Pasar sambi,
Liburan 3 haPASAR SAMBI KEDIRIri kemarin sebenarnya aku tidak berencana kemana-mana, hanya ingin melepas kangen ama mama dan kota kediri tercinta. Tapi diluar rencana kakakku yang juga mudik tiba-tiba mengajak kami menemani dia dan istrinya menghadiri resepsi salah satu temannya di blitar maka jadilah kami sekeluarga beramai-ramai piknik ke Blitar.
kami jadi ingat penjual sayur gendong yang dulu biasa lewat di depan rumah kami dan perempuan itu berasal dari daerah ini.Padahal daerahnya lumayan jauh tapi dulu ia biasa berjualan dengan berjalan kaki.Bagaimana kabar perempuan itu saat ini terus terang kami sudah ga mengerti karena sudah tidak pernah lewat lagi.
Memasuki wilayah Sambi, kami juga mengomentari becak motor yang tampaknya mulai populer digunakan sebagai transportasi umum di daerah tersebut.Sepertinya udah niru daerah kertosono nih dimana keberadaan becak motor sudah lebih mendominasi dibanding becak biasa. Sebelum pasar Sambi aku melihat di kiri jalan ada lesehan mbok Sri.Seingatku aku pernah diajak om dan tanteku makan di tempat ini bertahun-tahun yang lalu.Sepertinya tempatnya tidak berubah masih mirip yang dulu dimana orang-orang bisa makan lesehan tapi ada beberapa meja kecil yang disediakan untuk pembeli menempatkan makanan.Jika belum berubah, menu andalannya adalah nasi pecel.tapi ia menawarkan berbagai lauk pauk sebagai pelengkapnya, pokoke komplit plit. Kalau dulu sih rasanya enak, sekarang aku tidak tahu. Lepas dari Kediri kami memasuki wilayah Udan awu yang berarti sudah memasuki kabupaten Blitar.Bicara udanawu yang berarti hujan abu maka mau tak mau biasa dikait-kaitkan dengan gunung kelud
.Daerah ini termasuk wilayah yang biasa jadi korban jika gunung kelud meletus, tak hanya hujan abu saja seringnya jadi jalan lahar pula. Selanjutnya kami memasuki wilayah Srengat.Kalau ngomongi Srengat pasti orang bakal ingat dengan bakso kikilnya.
Bakso Kikil khas Srengat memang terkenal dan sudah banyak membuka cabang di berbagai kota. Meski di Srengat kelihatan banyak penjual bakso kikil tapi aku belum tahu yang paling ngetop yang mana. Aku pernah makan bakso kikil Srengat di Kediri dan di Blitar. Isinya bakso dan potongan kikil yang buanyak. Jika ditambah mi, hampir mirip deh ama mi kocok Bandung.
Rasanya lumayan enak. Tapi jika punya tensi tinggi jangan coba-coba makan kalau ga pingin pusing. Sepanjang jalan antara Srengat dan Blitar, cukup banyak warung yang menjual es dawet serabi.
Harga yang ditawarkan cukup murah Rp.1500,00. Menurut info yang kuterima es dawet serabi ini isinya dawet, potongan serabi dan agar-agar. Bagaimana rasanya, mohon maaf aku belum coba.
Memasuki kota Blitar kami sibuk mengamati penunjuk arah. Ternyata tempat yang kami tuju bukan di dalam kota tapi harus jalan lagi ke daerah Lodoyo. Kami sempat melewati alun-alun yang jadi kebanggaan warga Blitar. Seperti kota-kota keci lainnya, di dekat alun-alun pasti ada masjid agung dan kantor pemerintahan. Untuk kota Blitar, dalam alun-alunnya cukup bersih, rumputnya kelihatan hijau terawat. Pohon beringinnya masih banyak dan kokoh berdiri.
Di sisi luar alun-alun, banyak penjual makan dan minuman. Di kota Blitar makanan yang jadi andalannya adalah pecel. Pecel Blitar cukup dikenal sampai kemana-mana.Yang membedakan adalah disini teman makan pecel bukan saja nasi tetapi orang biasa memakannya dengan punten. Jadi namanya pecel punten. Punten ini hampir mirip getuk, warnanya putih dan rasanya asin. Biasanya jika makan pecel ini dengan menggunakan berbagai macam sayuran macam kecambah, bunga turi, ndoyo (ketimun rebus), dan kangkung atau bayam dan dengan lauk rempeyek. Terus terang dimana tempat warung makan pecel punten yang enak di Blitar saya belum tahu.
Menu pecel punten bisa kujelaskan sebab di kediri ada beberapa penjual keliling yang juga menjual pecel punten seperti itu. Sedangkan minuman yang tampak banyak dijual di Blitar adalah es pleret. Sekali lagi aku mengaku belum sempat mencicipi es pleret di Blitar. Mungkin bentuknya sama seperti es pleret yang pernah kuminum di Solo yaitu seperti bola-bola bakso tapi kopong tidak ada isinya, berwarna merah dan putih dan disajikan dengan santan dan sirup gula merah. Kami sempat melewati pusat pertokoan di dalam kota Blitar.
Sepertinya kota ini masih belum punya pusat perbelanjaan besar seperti Sri Ratu atau Matahari. Jadi mereka hanya mengandalkan toko-toko kecil dan beberapa toserba yang agak besar. Suasana dalam kota ini masih tenang, belum tampak kemacetan.Cocok bila dijuluki kota pensiunan.hehehe. Kami pun melaju menuju Lodoyo.Ternyata lokasinya masih agak jauh dari kota Blitar.Bahkan lebih mendekati arah laut selatan.
Menuju lodoyo, kami sempat melihat penunjuk arah PLTA Jegu dan pantai Serang.Untungnya kami memperoleh info terpercaya sehingga tidak nyasar dan sampai ke tempat kondangan.Setelah sempat menikmati jamuan makan prasmanan, kami pun langsung pulang. Kami sempat mampir ke sebuah toko kerajinan yang ada di Lodoyo karena kakak iparku ingin membeli dua buah bola sepak takraw untuk oleh-oleh buat keponakannya di Jakarta. Ternyata harganya juga standard alias tidak murah untuk ukuran pelosok desa.
Dalam perjalanan pulang kami sempat hampir salah mengambil jalan dari Blitar yang ke arah Tulung Agung. Untungnya kami segera menyadari dan memutar balik dan kembali ke arah menuju kediri. Alhamdulillah pukul 2 siang kami sudah bisa sampai dengan selamat di rumah.
Liburan 3 haPASAR SAMBI KEDIRIri kemarin sebenarnya aku tidak berencana kemana-mana, hanya ingin melepas kangen ama mama dan kota kediri tercinta. Tapi diluar rencana kakakku yang juga mudik tiba-tiba mengajak kami menemani dia dan istrinya menghadiri resepsi salah satu temannya di blitar maka jadilah kami sekeluarga beramai-ramai piknik ke Blitar.
PASAR SAMBI
Kami sengaja berangkat jam 9 pagi dari rumah.Mulai keluar dari kota kediri kami sering mengomentari suasana dan tempat-tempat yang mengingatkan kami pada masa lalu.Seperti saat lewat daerah Jimbun (antara Blabak dan Kandat),kami jadi ingat penjual sayur gendong yang dulu biasa lewat di depan rumah kami dan perempuan itu berasal dari daerah ini.Padahal daerahnya lumayan jauh tapi dulu ia biasa berjualan dengan berjalan kaki.Bagaimana kabar perempuan itu saat ini terus terang kami sudah ga mengerti karena sudah tidak pernah lewat lagi.
Memasuki wilayah Sambi, kami juga mengomentari becak motor yang tampaknya mulai populer digunakan sebagai transportasi umum di daerah tersebut.Sepertinya udah niru daerah kertosono nih dimana keberadaan becak motor sudah lebih mendominasi dibanding becak biasa. Sebelum pasar Sambi aku melihat di kiri jalan ada lesehan mbok Sri.Seingatku aku pernah diajak om dan tanteku makan di tempat ini bertahun-tahun yang lalu.Sepertinya tempatnya tidak berubah masih mirip yang dulu dimana orang-orang bisa makan lesehan tapi ada beberapa meja kecil yang disediakan untuk pembeli menempatkan makanan.Jika belum berubah, menu andalannya adalah nasi pecel.tapi ia menawarkan berbagai lauk pauk sebagai pelengkapnya, pokoke komplit plit. Kalau dulu sih rasanya enak, sekarang aku tidak tahu. Lepas dari Kediri kami memasuki wilayah Udan awu yang berarti sudah memasuki kabupaten Blitar.Bicara udanawu yang berarti hujan abu maka mau tak mau biasa dikait-kaitkan dengan gunung kelud
.Daerah ini termasuk wilayah yang biasa jadi korban jika gunung kelud meletus, tak hanya hujan abu saja seringnya jadi jalan lahar pula. Selanjutnya kami memasuki wilayah Srengat.Kalau ngomongi Srengat pasti orang bakal ingat dengan bakso kikilnya.
Bakso Kikil khas Srengat memang terkenal dan sudah banyak membuka cabang di berbagai kota. Meski di Srengat kelihatan banyak penjual bakso kikil tapi aku belum tahu yang paling ngetop yang mana. Aku pernah makan bakso kikil Srengat di Kediri dan di Blitar. Isinya bakso dan potongan kikil yang buanyak. Jika ditambah mi, hampir mirip deh ama mi kocok Bandung.
Rasanya lumayan enak. Tapi jika punya tensi tinggi jangan coba-coba makan kalau ga pingin pusing. Sepanjang jalan antara Srengat dan Blitar, cukup banyak warung yang menjual es dawet serabi.
Harga yang ditawarkan cukup murah Rp.1500,00. Menurut info yang kuterima es dawet serabi ini isinya dawet, potongan serabi dan agar-agar. Bagaimana rasanya, mohon maaf aku belum coba.
Memasuki kota Blitar kami sibuk mengamati penunjuk arah. Ternyata tempat yang kami tuju bukan di dalam kota tapi harus jalan lagi ke daerah Lodoyo. Kami sempat melewati alun-alun yang jadi kebanggaan warga Blitar. Seperti kota-kota keci lainnya, di dekat alun-alun pasti ada masjid agung dan kantor pemerintahan. Untuk kota Blitar, dalam alun-alunnya cukup bersih, rumputnya kelihatan hijau terawat. Pohon beringinnya masih banyak dan kokoh berdiri.
Di sisi luar alun-alun, banyak penjual makan dan minuman. Di kota Blitar makanan yang jadi andalannya adalah pecel. Pecel Blitar cukup dikenal sampai kemana-mana.Yang membedakan adalah disini teman makan pecel bukan saja nasi tetapi orang biasa memakannya dengan punten. Jadi namanya pecel punten. Punten ini hampir mirip getuk, warnanya putih dan rasanya asin. Biasanya jika makan pecel ini dengan menggunakan berbagai macam sayuran macam kecambah, bunga turi, ndoyo (ketimun rebus), dan kangkung atau bayam dan dengan lauk rempeyek. Terus terang dimana tempat warung makan pecel punten yang enak di Blitar saya belum tahu.
Menu pecel punten bisa kujelaskan sebab di kediri ada beberapa penjual keliling yang juga menjual pecel punten seperti itu. Sedangkan minuman yang tampak banyak dijual di Blitar adalah es pleret. Sekali lagi aku mengaku belum sempat mencicipi es pleret di Blitar. Mungkin bentuknya sama seperti es pleret yang pernah kuminum di Solo yaitu seperti bola-bola bakso tapi kopong tidak ada isinya, berwarna merah dan putih dan disajikan dengan santan dan sirup gula merah. Kami sempat melewati pusat pertokoan di dalam kota Blitar.
Sepertinya kota ini masih belum punya pusat perbelanjaan besar seperti Sri Ratu atau Matahari. Jadi mereka hanya mengandalkan toko-toko kecil dan beberapa toserba yang agak besar. Suasana dalam kota ini masih tenang, belum tampak kemacetan.Cocok bila dijuluki kota pensiunan.hehehe. Kami pun melaju menuju Lodoyo.Ternyata lokasinya masih agak jauh dari kota Blitar.Bahkan lebih mendekati arah laut selatan.
Menuju lodoyo, kami sempat melihat penunjuk arah PLTA Jegu dan pantai Serang.Untungnya kami memperoleh info terpercaya sehingga tidak nyasar dan sampai ke tempat kondangan.Setelah sempat menikmati jamuan makan prasmanan, kami pun langsung pulang. Kami sempat mampir ke sebuah toko kerajinan yang ada di Lodoyo karena kakak iparku ingin membeli dua buah bola sepak takraw untuk oleh-oleh buat keponakannya di Jakarta. Ternyata harganya juga standard alias tidak murah untuk ukuran pelosok desa.
Dalam perjalanan pulang kami sempat hampir salah mengambil jalan dari Blitar yang ke arah Tulung Agung. Untungnya kami segera menyadari dan memutar balik dan kembali ke arah menuju kediri. Alhamdulillah pukul 2 siang kami sudah bisa sampai dengan selamat di rumah.
0 komentar:
Posting Komentar