KEDIRI,HAPRA Indonesia – Keberadaan pasar tradisional atau sejenisnya di era sekarang kian terjepit seiring perkembangan zaman dengan bisnis retel dan waralaba yang kian mengurita di mana-mana.
Sedangkan di sisi lain ada pasar dengan potensi sangat besar tersia siakan atau dengan kata lain, keberadaan pasar tersebut tidak di kelola sebagai mana mestinya, padahal bila di kelola atau penataan dengan baik, maka akan dapat menyumbang pemasukan PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang cukup besar bagi untuk Pemerintah daerah tersebut.
Ada beberapa pasar yang berada di wilayah kota Kediri yaitu, Pasar hewan, pasar bawang, pasar bandar, pasar Mrican dan yang terbesar pasar Ngronggo.
Hal tersebut seperti yang terjadi di pasar Ngronggo yang letaknya masuk Kelurahan Ngronggo Kecamatan Kota Kediri, Pasar Ngronggo memiliki luas bangunan kurang lebih 3 hektar, dengan kurang lebih 350 bangunan.
Pasar Ngronggo yang mempunyai potensi yang sangat besar namun karena tidak adanya pengelolan yang baik dari Pemerintah Kota Kediri maka nasib Pasar Ngronggo ibarat sapi perahan belaka bagi Pemkot Kediri.
Ada banyak permasalahan yang terjadi di pasar Ngronggo, seperti perubahan dari pengelolan pasar Ngronggo dalam bentuk Perusahaan Daerah (PD) yang sampai sekarang masih belum ada serah terima aset meski pasar Ngronggo sekarang dalam pengelolaan Perusahaan Daerah.
Selain itu sistem kelola pasar ngronggo yang di rasa oleh para pedagang pasar Ngronggo amburadul, itu di buktikan dengan semrawutnya keberadaan para pedagang yang tidak mempunyai kios.
Para pedagang yang tidak mempunyai kios “menguasai” dengan menggelar dagangannya di luar tempat yang tidak semestinya. Pedagang “liar” tersebut kebanyakan adalah warung makanan dan minuman yang menempati tempat tempat keramaian sehingga akses jalan menjadi terhambat dan terlihat semrawut dan kumuh.
Akibatnya pasar jadi semrawut karena tidak adanya penataan yang baik. Dari keberadaan pedagang “liar” tersebut mengakibatkan pedagang “Asli” yang menempati beberapa kios yang menjual makanan menjadi tidak laku dan akibatnya pedagang tersebut rugi dan memilih tidak berjualan lagi.
Orang orang yang berlanja di pasar lebih menyukai membeli di warung “liar” tersebut karena tempatnya lebih dekat dari akses jalan.
Padahal di Perwali (Peraturan walikota) no 23 tahun 2005 jelas jelas di sebutkan tidak di perbolehkan berjualan di luar area kios, namun hal itu seolah tidak di gubris oleh pihak Perusahaan Daerah Pasar , pihak Perusahaan Daerah seolah tutup mata dan tidak perduli dengan banyaknya kios warung yang mati.
Menurut sumber HAPRA, jumlah warung di Pasar Ngronggo ada sekitar 24 sampai 25, dan yang ironis 40 % diantaranya mati, tentu ini menjadi bahan pertanyaan karena kios kios tersebut menjadi mangkrak.
Belum lagi masalah pedagang liar terselesaikan, Perusahaan Daerah Pasar terbentur masalah lain yang terkait Pasar Ngronggo. Di sisi lain dalam penataan pasar Ngronggo tersebut juga di atur tata ruang kios di dalam Peraturan Walikota (Perwali) nomer 23 tahun 2005, di pasar terbesar di kota Kediri tersebut kios tidak tertata.
Menurut sumber HAPRA para pedagang sayur, buah dan warung sudah ada aturan penataannya menurut typenya, yaitu ukuran 3X4 untuk para pedagang yang berjualan untuk warung, kemudian ukuran 4x5 untuk pedagang yang berjualan Sayur dan ukuran 4x6 untuk pedagang yang berjualan buah buahan.Sedangkan para pedagang perkios di kenakan karcis sebesar Rp 2400.
"Menurut Perwali tersebut semua harus sendiri sendiri sesuai blok, tidak seperti sekarang campur aduk tidak tertata, pedagang buah harusnya letaknya di kios timur, tapi sekarang ada yang di barat dekat pintu masuk, itukan mematikan pedagang yang lain" jelas sumber itu.
Dari semua permasalahan Pasar Ngronggo hal paling krusial adalah di duga kuat pasar Ngronggo mengalami kebocoran restribusi yang sangat signifikan, dan yang lebih ironis lagi dari restibusi yang di bayar ke Pemkot Kediri, para pedagang pasar belum merasakan pengembalian mereka dalam membayar restibusi.
Karena selama itu para pedangan masih merasa tidak nyaman saat mereka menjalankan aktifitasnya saat berjualan di pasar tersebut.
Pada pukul 4 sampai 5 sore di pos masuk Pasar terjadi pergantian petugas jaga karcis dengan satpam, jadi petugas penarik karcis diambil alih oleh satpam pasar Ngronggo. Para satpam tersebut berjaga sampai sekitar jam 6 sampai jam 7 pagi, hal tersebut menjadi tanda tanya karena hal tersebut sudah terjadi sejak dulu dan tidak ada sosialisasi terhadap pedagang.
Sedangkan aktifitas di malam hari di pasar Ngronggo juga sangat tinggi, pasalnya pada malam hari banyak keluar masuk kendaraan besar dan kecil bongkar muat di dalam pasar Ngronggo.
Sementara itu, restribusi yang masuk tak kalah pasar pendapatannya di banding siang hari, pertanyaannya adalah kenapa satpam yang harus menjadi penarik karcis masuk, padahal kita semua tahu satpam sesuai tupoksinya satpam hanya di latih yang terkait dengan keamanan saja.
Di sisi lain Pantauan HAPRA di lapangan memang pasar Ngronggo terlihat kumuh dan semrawut, dan pedagang yang di temui HAPRA mengeluhkan orang orang yang tidak mempunyai kios berjualan di emperan kios.
Jumlah warung yang ada sekitar 25 di perkirakan 40 % warung warung tersebut telah mati atau guling tikar karena kalah laku dengan keberdaan warung liar di sekitar jalan yang memang memudahkan pembeli.
Kios yang semula warung beralih fungsi menjadi kios buah atau kios sayur sayuran, dengan semua kesemrawutan tersebut tentu akan merugikan pedagang, masih menurut sumber HAPRA pasar Ngronggo sebenarnya adalah pasar grosir tetapi dengan tidak tertatanya kios maka lambat laun menjadi pasar eceran tak ubahnya pasar tradisional sama seperti seperti Pasar Setono Betek atau Pasar Paing. "Dan sekarang pasar Ngronggo tidak layak di sebut pasar Grosir namun pasar eceran" kata salah seorang pedagang dengan kecewa.
Restribusi yang besar yang di peroleh dari Pemkot Kediri melalui Pasar ngronggo tidak sebanding dengan fasilitas umum yang diterima oleh para Pedagang Pasar Ngronggo.
Para Pedagang secara umum juga mengeluhkan fasilitas umum yaitu penerangan lampu yang sebagian mati, padahal pasar Ngronggo beroperasi selama 24 jam penuh. Lampu penerangan di dalam pasar banyak yang mati, tanpa alasan yang jelas.
Para pedagang warung mengeluhkan fasilitas air yang di "kuasai" oleh ponten (petugas penjaga kamar mandi red), pedagang warung menjadi repot karena tidak leluasa mengambil air, padahal air bagi pedagang warung adalah kebutuhan yang sangat vital.
Pihak Pemkot Kediri tutup mata akan hal tersebut, tentu hal ini patut di sayangkan karena pihak pedangan tentu sangat di rugikan dengan tidak berjalannya bisnis mereka.
Sementara itu Saiful Yasin Direktur Perusahaan Daerah Pasar Joyoboyo kota Kediri yang membawahi pasar Ngronggo saat di konfirmasi HAPRA tidak berada di tempat, HAPRA di temui stafnya bernama Fero,"Saya tidak berani berkomentar lebih baik konfirmasi langsung Pak Yasin" Katanya.
Menurut stafnya tersebut Saiful Yasin sedang study banding dan Kunker (Kunjungan kerja) ke Batam bersama anggota Dewan DPRD kota Kediri dan hari senin (26/3) sudah berkantor lagi.
Ditempat terpisah Kabag Humas dan protokuler Pemkot Kediri Heryadi juga mengaku belum tahu terkait alih jaga dari penjaga Perusahaan Daerah Pasar Ngronggo ke Satpam, "belum tahu saya apa sudah di sosilaisasikan ke pedagang pasar" Ujar Heryadi.
Heryadi kemudian menelpon ke Saiful Yasin dengan maksud untuk mengkonfirmasi terkait pasar Ngronggo namun sayang yang bersangkutan tidak mengangkat telpon selulernya meski aktif.
"Nanti saya tanyakan semuanya terkait Pasar khususnya Pasar Ngronggo ke Pak Yasin, sekarang sedang kunker" Lanjutnya.
Saat di tanya HAPRA mengapa Direktur Perusahaan Pasar daerah Jayoboyo sudah lama berstatus Plt (Pelaksana tugas red), Heryadi mengatakan bahwa untuk menjadi Direktur Perusahaan daerah yang difinitif, Walikota mempunyai dasar dan kopetensi sesuai dengan kopetensi dan kinerjanya.
Heryadi menambahkan "Kalau pegawai negeri ya sesuai dengan pangkat dan kinerjanya, sedangkan untuk non PNS akan diadakan test khusus yaitu kopetensi dalam bidangnya" Pungkasnya.
Sedangkan di sisi lain ada pasar dengan potensi sangat besar tersia siakan atau dengan kata lain, keberadaan pasar tersebut tidak di kelola sebagai mana mestinya, padahal bila di kelola atau penataan dengan baik, maka akan dapat menyumbang pemasukan PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang cukup besar bagi untuk Pemerintah daerah tersebut.
Ada beberapa pasar yang berada di wilayah kota Kediri yaitu, Pasar hewan, pasar bawang, pasar bandar, pasar Mrican dan yang terbesar pasar Ngronggo.
Hal tersebut seperti yang terjadi di pasar Ngronggo yang letaknya masuk Kelurahan Ngronggo Kecamatan Kota Kediri, Pasar Ngronggo memiliki luas bangunan kurang lebih 3 hektar, dengan kurang lebih 350 bangunan.
Pasar Ngronggo yang mempunyai potensi yang sangat besar namun karena tidak adanya pengelolan yang baik dari Pemerintah Kota Kediri maka nasib Pasar Ngronggo ibarat sapi perahan belaka bagi Pemkot Kediri.
Ada banyak permasalahan yang terjadi di pasar Ngronggo, seperti perubahan dari pengelolan pasar Ngronggo dalam bentuk Perusahaan Daerah (PD) yang sampai sekarang masih belum ada serah terima aset meski pasar Ngronggo sekarang dalam pengelolaan Perusahaan Daerah.
Selain itu sistem kelola pasar ngronggo yang di rasa oleh para pedagang pasar Ngronggo amburadul, itu di buktikan dengan semrawutnya keberadaan para pedagang yang tidak mempunyai kios.
Para pedagang yang tidak mempunyai kios “menguasai” dengan menggelar dagangannya di luar tempat yang tidak semestinya. Pedagang “liar” tersebut kebanyakan adalah warung makanan dan minuman yang menempati tempat tempat keramaian sehingga akses jalan menjadi terhambat dan terlihat semrawut dan kumuh.
Akibatnya pasar jadi semrawut karena tidak adanya penataan yang baik. Dari keberadaan pedagang “liar” tersebut mengakibatkan pedagang “Asli” yang menempati beberapa kios yang menjual makanan menjadi tidak laku dan akibatnya pedagang tersebut rugi dan memilih tidak berjualan lagi.
Orang orang yang berlanja di pasar lebih menyukai membeli di warung “liar” tersebut karena tempatnya lebih dekat dari akses jalan.
Padahal di Perwali (Peraturan walikota) no 23 tahun 2005 jelas jelas di sebutkan tidak di perbolehkan berjualan di luar area kios, namun hal itu seolah tidak di gubris oleh pihak Perusahaan Daerah Pasar , pihak Perusahaan Daerah seolah tutup mata dan tidak perduli dengan banyaknya kios warung yang mati.
Menurut sumber HAPRA, jumlah warung di Pasar Ngronggo ada sekitar 24 sampai 25, dan yang ironis 40 % diantaranya mati, tentu ini menjadi bahan pertanyaan karena kios kios tersebut menjadi mangkrak.
Belum lagi masalah pedagang liar terselesaikan, Perusahaan Daerah Pasar terbentur masalah lain yang terkait Pasar Ngronggo. Di sisi lain dalam penataan pasar Ngronggo tersebut juga di atur tata ruang kios di dalam Peraturan Walikota (Perwali) nomer 23 tahun 2005, di pasar terbesar di kota Kediri tersebut kios tidak tertata.
Menurut sumber HAPRA para pedagang sayur, buah dan warung sudah ada aturan penataannya menurut typenya, yaitu ukuran 3X4 untuk para pedagang yang berjualan untuk warung, kemudian ukuran 4x5 untuk pedagang yang berjualan Sayur dan ukuran 4x6 untuk pedagang yang berjualan buah buahan.Sedangkan para pedagang perkios di kenakan karcis sebesar Rp 2400.
"Menurut Perwali tersebut semua harus sendiri sendiri sesuai blok, tidak seperti sekarang campur aduk tidak tertata, pedagang buah harusnya letaknya di kios timur, tapi sekarang ada yang di barat dekat pintu masuk, itukan mematikan pedagang yang lain" jelas sumber itu.
Dari semua permasalahan Pasar Ngronggo hal paling krusial adalah di duga kuat pasar Ngronggo mengalami kebocoran restribusi yang sangat signifikan, dan yang lebih ironis lagi dari restibusi yang di bayar ke Pemkot Kediri, para pedagang pasar belum merasakan pengembalian mereka dalam membayar restibusi.
Karena selama itu para pedangan masih merasa tidak nyaman saat mereka menjalankan aktifitasnya saat berjualan di pasar tersebut.
Pada pukul 4 sampai 5 sore di pos masuk Pasar terjadi pergantian petugas jaga karcis dengan satpam, jadi petugas penarik karcis diambil alih oleh satpam pasar Ngronggo. Para satpam tersebut berjaga sampai sekitar jam 6 sampai jam 7 pagi, hal tersebut menjadi tanda tanya karena hal tersebut sudah terjadi sejak dulu dan tidak ada sosialisasi terhadap pedagang.
Sedangkan aktifitas di malam hari di pasar Ngronggo juga sangat tinggi, pasalnya pada malam hari banyak keluar masuk kendaraan besar dan kecil bongkar muat di dalam pasar Ngronggo.
Sementara itu, restribusi yang masuk tak kalah pasar pendapatannya di banding siang hari, pertanyaannya adalah kenapa satpam yang harus menjadi penarik karcis masuk, padahal kita semua tahu satpam sesuai tupoksinya satpam hanya di latih yang terkait dengan keamanan saja.
Di sisi lain Pantauan HAPRA di lapangan memang pasar Ngronggo terlihat kumuh dan semrawut, dan pedagang yang di temui HAPRA mengeluhkan orang orang yang tidak mempunyai kios berjualan di emperan kios.
Jumlah warung yang ada sekitar 25 di perkirakan 40 % warung warung tersebut telah mati atau guling tikar karena kalah laku dengan keberdaan warung liar di sekitar jalan yang memang memudahkan pembeli.
Kios yang semula warung beralih fungsi menjadi kios buah atau kios sayur sayuran, dengan semua kesemrawutan tersebut tentu akan merugikan pedagang, masih menurut sumber HAPRA pasar Ngronggo sebenarnya adalah pasar grosir tetapi dengan tidak tertatanya kios maka lambat laun menjadi pasar eceran tak ubahnya pasar tradisional sama seperti seperti Pasar Setono Betek atau Pasar Paing. "Dan sekarang pasar Ngronggo tidak layak di sebut pasar Grosir namun pasar eceran" kata salah seorang pedagang dengan kecewa.
Restribusi yang besar yang di peroleh dari Pemkot Kediri melalui Pasar ngronggo tidak sebanding dengan fasilitas umum yang diterima oleh para Pedagang Pasar Ngronggo.
Para Pedagang secara umum juga mengeluhkan fasilitas umum yaitu penerangan lampu yang sebagian mati, padahal pasar Ngronggo beroperasi selama 24 jam penuh. Lampu penerangan di dalam pasar banyak yang mati, tanpa alasan yang jelas.
Para pedagang warung mengeluhkan fasilitas air yang di "kuasai" oleh ponten (petugas penjaga kamar mandi red), pedagang warung menjadi repot karena tidak leluasa mengambil air, padahal air bagi pedagang warung adalah kebutuhan yang sangat vital.
Pihak Pemkot Kediri tutup mata akan hal tersebut, tentu hal ini patut di sayangkan karena pihak pedangan tentu sangat di rugikan dengan tidak berjalannya bisnis mereka.
Sementara itu Saiful Yasin Direktur Perusahaan Daerah Pasar Joyoboyo kota Kediri yang membawahi pasar Ngronggo saat di konfirmasi HAPRA tidak berada di tempat, HAPRA di temui stafnya bernama Fero,"Saya tidak berani berkomentar lebih baik konfirmasi langsung Pak Yasin" Katanya.
Menurut stafnya tersebut Saiful Yasin sedang study banding dan Kunker (Kunjungan kerja) ke Batam bersama anggota Dewan DPRD kota Kediri dan hari senin (26/3) sudah berkantor lagi.
Ditempat terpisah Kabag Humas dan protokuler Pemkot Kediri Heryadi juga mengaku belum tahu terkait alih jaga dari penjaga Perusahaan Daerah Pasar Ngronggo ke Satpam, "belum tahu saya apa sudah di sosilaisasikan ke pedagang pasar" Ujar Heryadi.
Heryadi kemudian menelpon ke Saiful Yasin dengan maksud untuk mengkonfirmasi terkait pasar Ngronggo namun sayang yang bersangkutan tidak mengangkat telpon selulernya meski aktif.
"Nanti saya tanyakan semuanya terkait Pasar khususnya Pasar Ngronggo ke Pak Yasin, sekarang sedang kunker" Lanjutnya.
Saat di tanya HAPRA mengapa Direktur Perusahaan Pasar daerah Jayoboyo sudah lama berstatus Plt (Pelaksana tugas red), Heryadi mengatakan bahwa untuk menjadi Direktur Perusahaan daerah yang difinitif, Walikota mempunyai dasar dan kopetensi sesuai dengan kopetensi dan kinerjanya.
Heryadi menambahkan "Kalau pegawai negeri ya sesuai dengan pangkat dan kinerjanya, sedangkan untuk non PNS akan diadakan test khusus yaitu kopetensi dalam bidangnya" Pungkasnya.
0 komentar:
Posting Komentar